Pencegahan Stunting di Surabaya: Gebyar BWSE IV Sasar Baduta Berisiko, Libatkan 183 Dokter Spesialis Anak
Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dan Tim Penggerak (TP) PKK Kota Surabaya kembali menunjukkan komitmennya dalam mempercepat eliminasi stunting melalui Gebyar Lomba Bersama Wujudkan Surabaya Emas (BWSE) - Eliminasi Stunting Surabaya Jilid IV. Program ini tidak hanya menjadi ajang kompetisi, melainkan juga wadah krusial untuk edukasi, pendampingan, dan penguatan peran keluarga dalam memastikan tumbuh kembang optimal anak-anak.
Ketua TP PKK Kota Surabaya, Rini Indriyani, menjelaskan bahwa tahapan BWSE Jilid IV telah dimulai sejak 30 Juni 2025 dengan sosialisasi kepada seluruh Ketua TP PKK Kecamatan dan Kelurahan. Sosialisasi ini bertujuan mempersiapkan peserta dan Tim Pendamping Keluarga (TPK) di wilayah masing-masing untuk terlibat aktif dalam program.
“Berbeda dengan edisi sebelumnya yang menyasar anak stunting dan pra-stunting, BWSE Jilid IV kali ini mengambil langkah proaktif dengan menargetkan 607 baduta (bayi di bawah dua tahun) yang menunjukkan indikasi T2, yaitu tidak mengalami kenaikan berat badan dua kali berturut-turut,” kata Bunda Rini sapaan lekatnya, di Kantor PKK Surabaya, Sabtu (5/7/2025).
Bunda Rini menjelaskan rinciannya, yakni 150 bayi usia 0-6 bulan, 153 baduta usia 7-11 bulan, dan 304 baduta usia 12-24 bulan menjadi sasaran utama. Sasaran ini ditetapkan berdasarkan data akurat dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya dan telah dikonfirmasi bersama oleh Ketua TP PKK Kelurahan serta Puskesmas setempat, menunjukkan sinergi data yang kuat.
"Kami menyentuh dari hulu. Ketika anak-anak sudah dua kali tidak mengalami kenaikan berat badan saat ditimbang, hal tersebut perlu diwaspadai. Jangan sampai kondisi ini berlanjut menjadi stunting," jelasnya.
Pelaksanaan pendampingan BWSE Jilid IV akan berlangsung selama dua bulan penuh, dimulai 5 Juli hingga 30 Agustus 2025. Selama periode ini, seluruh baduta peserta akan mendapatkan intervensi kesehatan dan gizi yang terpadu, meliputi pemeriksaan tumbuh kembang oleh dokter spesialis anak di tiap Puskesmas, hingga pemberian nutrisi tambahan berupa ikan dari Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP), susu untuk usia 7-24 bulan dari Dinkes, serta telur setiap hari selama dua bulan penuh dari PDAM Surya Sembada (dengan penggantian ikan/daging untuk baduta alergi telur).
“Juga ada pelatihan pemahaman laktasi dan MPASI kepada para orang tua pada tanggal 19 dan 28 Juli, serta 2 Agustus 2025, yang akan dibimbing langsung oleh konselor laktasi dari dokter spesialis anak,” terangnya.
Pendampingan tidak hanya sebatas gizi, namun juga melibatkan edukasi mengenai posisi menyuapi anak hingga pentingnya kebersihan lingkungan, dengan masukan dari berbagai disiplin ilmu. Harapannya, program ini juga sangat memperhatikan pola asuh yang benar. "Kami lebih fokus pada bagaimana pola asuh anak ini, mendidik anak," kata dia.
Penilaian dalam lomba ini melibatkan juri dari unsur akademis dan profesi terkemuka, antara lain Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unair, Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI), Poltekkes Kemenkes, dan TP PKK Kota Surabaya.
“Indikator penilaian mencakup kesesuaian tumbuh kembang anak dengan KMS (Kartu Menuju Sehat), kondisi rumah sehat, kreativitas orang tua dalam mengolah dan menyajikan makanan, dan kualitas pendampingan oleh Tim Pendamping Keluarga (TPK),” terangnya.
Di samping itu, inovasi terbaru dalam BWSE Jilid IV adalah penilaian terhadap "Kampung ASI" di setiap kelurahan, dengan indikator capaian ASI eksklusif, keaktifan kampung ASI melalui laporan pendampingan, dan dukungan lintas sektor. Ini adalah upaya masif untuk menekan angka stunting baru dari hulu.
Bunda Rini menambahkan, melalui program ini, Surabaya tidak hanya menjadi contoh nyata dalam penanggulangan stunting berbasis kolaborasi dan pemberdayaan masyarakat, tetapi juga menciptakan pola hidup konsisten bagi orang tua.
"Dua bulan ini cukup signifikan, saya rasa butuh upaya keras. Saya berharap para orang tua bisa konsisten, artinya selama dua bulan ini mereka sudah terbiasa dengan pola hidup seperti ini. Jangan sampai grafik pertumbuhan yang sudah naik, malah turun lagi," pesannya.
Sementara itu, Dr. dr. Mira Ermawati, Sp.A(K), konsultan dari IDAI Cabang Jawa Timur, menjelaskan bahwa kolaborasi dengan Pemkot Surabaya ini adalah kali keempatnya, menandakan konsistensi dalam penanganan masalah gizi anak.
“IDAI memfokuskan pendekatan pada pencegahan dini, terutama menargetkan kelompok usia 0 hingga 6 bulan, termasuk bayi prematur. Mencegah selalu lebih baik daripada mengobati," jelas dr. Mira.
Ia melanjutkan, periode ini krusial karena bayi masih mengkonsumsi ASI eksklusif, sehingga intervensi dan deteksi dini di fase ini akan menghasilkan pencegahan yang lebih cepat dan efektif. Sebab, seringkali, kasus stunting berakar dari perlekatan ASI yang tidak baik atau kurangnya pemahaman ibu tentang pentingnya asupan protein hewani saat menyusui.
“Sebagai bentuk nyata kolaborasi, IDAI Cabang Jawa Timur meluncurkan program unggulan 1 Puskesmas 1 Pediatrician (1P1P). Program ini memastikan setiap Puskesmas di Surabaya kini memiliki dokter spesialis anak, memudahkan masyarakat untuk berkonsultasi,” imbuhnya.
Selama dua bulan ke depan, IDAI akan berfokus pada penyuluhan di 63 puskesmas se-Surabaya, mencakup pentingnya ASI, tumbuh kembang anak, dan makanan bergizi. Konselor laktasi dari dokter spesialis anak juga akan memberikan bimbingan khusus tentang pemberian ASI yang benar di seluruh kecamatan dan kelurahan.
Keterlibatan IDAI juga meliputi pengamatan dan evaluasi berkelanjutan. Setelah penyuluhan dan penimbangan awal, tim akan melakukan kunjungan rumah dan evaluasi akhir untuk memastikan target tercapai. Interaksi langsung antara masyarakat dan dokter spesialis anak di lokasi juga menjadi prioritas.
“Kami berharap dapat memberikan sumbangsih maksimal bagi seluruh masyarakat Surabaya," pungkasnya. (*)